Sinopsis Film
Sinopsis Monsters University
19.00
When it comes to Pixar Animation Studios, everyone comes
with an unreasonable high expectation. Tidak salah. Semenjak memulai
petualangan mereka dengan Toy Story (1995) dan kemudian menghadirkan film-film
semacam Finding Nemo (2003), The Incredibles (2004), Ratatouille (2007), WALL·E
(2008), Up (2009) hingga Toy Story 3 (2010) yang tidak hanya menjadi favorit
banyak penonton namun juga mengubah cara pandang kebanyakan orang terhadap film
animasi, Pixar Animation Studios telah menjadi artis standar tersendiri atas
kualitas produksi sebuah film animasi. Tidak mengherankan jika ketika Pixar
Animation Studios merilis film-film seperti Cars 2 (2011) dan bahkan Brave
(2012) yang berkualitas menengah (baca: cukup menghibur namun jauh dari kesan
istimewa), banyak penonton yang mulai meragukan konsistensi rumah produksi yang
kini berada di bawah manajemen penuh Walt Disney Pictures tersebut dalam
kembali menghadirkan film-film animasi yang berkelas. Not wrong… but quite
silly.
Sebagai sedikit pengingat: Pixar Animation Studios sama
sekali belum pernah menghasilkan film-film yang berkualitas benar-benar buruk.
Jika Cars (2006), Cars 2 ataupun Brave dirilis oleh rumah produksi animasi
lainnya, tiga film animasi tersebut kemungkinan besar akan mendapatkan kredit
lebih atas kekuatan penceritaannya. Anyway… Monsters University, yang merupakan
prekuel dari Monsters, Inc. (2001), juga sepertinya akan mendapatkan reaksi
yang sama dengan tiga film tersebut. Harus diakui, Monsters University hadir
dengan kualitas penceritaan yang biasa saja – bahkan, jika dibandingkan dengan
film pendahulunya, Monsters University terasa kehilangan begitu banyak sentuhan
humanisnya. Tapi apakah hal tersebut membuat Monsters University menjadi sebuah
presentasi yang buruk? Hardly. Mungkin terasa terlalu familiar, namun film
arahan Dan Scanlon ini jelas masih memiliki banyak taji yang akan mampu membuat
banyak penonton merasa jatuh cinta pada karakter Mike dan Sully – bahkan jika
mereka belum pernah menyaksikan Monsters, Inc..
Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Scanlon bersama
Daniel Gerson dan Robert L. Baird, Monsters University membawa kembali
penontonnya ke masa dimana Michael “Mike” Wazowski (Billy Crystal) baru saja
memasuki masa perkuliahannya di Monsters University dalam memenuhi impiannya di
masa kecil untuk menjadi seorang monster yang mampu memberikan rasa takut
kepada anak-anak kecil. Permasalahan utamanya adalah… Mike sama sekali tidak
memiliki kondisi fisik yang menakutkan. Hasilnya, meskipun Mike dengan mudah
menyerap berbagai ilmu mengenai tata cara menakuti seorang anak dengan baik,
Mike tetap dipandang sebelah mata oleh dekannya, Dean Hardscrabble (Helen
Mirren), serta kebanyakan rekan-rekan mahasiswa lainnya.
Berbeda dengan Mike, James P. “Sully” Sullivan (John
Goodman) terlahir dari klan monster yang telah terkenal kelegendarisannya dalam
hal menghasilkan rasa takut. Bahkan tanpa mempelajari berbagai trik menakuti
yang diberikan di Monsters University, Sully dapat dengan mudah menakuti setiap
anak kecil yang ia jumpai dengan raungannya dengan tegas dan kuat. Dengan
perbedaan tersebut diantara mereka, jelas dapat dimengerti mengapa Mike dan
Sully awalnya begitu saling tidak menyukai satu sama lain. Namun, ketika Dean
Hardscrabble kemudian memberikan mereka sebuah tantangan yang dapat mengancam
posisi mereka di Monsters University, Mike dan Sully terpaksa harus
menyingkirkan perbedaan mereka dan mulai saling bekerjasama untuk menghadapi
dan menyelesaikan permasalahan tersebut.
Well… memang benar… Sama sekali tidak ada yang istimewa
dalam jalan penceritaan Monsters University – yang pada dasarnya merupakan
kisah perseteruan antara kelompok jocks dan nerds di bangku kuliah yang
kemudian mendapatkan penyesuaian cerita untuk dihadirkan bagi para penonton
muda. Konsep-konsep mengenai dunia monster yang pernah disajikan dalam
Monsters, Inc. jelas tidak lagi menjadi kejutan cerdas ketika kembali
dihadirkan dalam Monsters University. Dan jika Anda adalah salah satu penonton
yang mengharapkan untuk mendapatkan sentuhan emosional yang memuncak – sehingga
dapat membuat Anda menangis – ketika memilih untuk menyaksikan Monsters
University, maka Anda kemungkinan besar akan kecewa dengan presentasi Dan
Scanlon untuk film ini. Benar bahwa Monsters University adalah sebuah film
tentang rasa persahabatan dan berbagai hal yang terjadi di dalamnya, namun
Scanlon sepertinya lebih memilih untuk berfokus pada sisi bersenang-senang dari
rasa persahabatan tersebut daripada menghadirkan sebuah usaha untuk membuat
penontonnya menangis akibat rasa haru.
Tapi, sekali lagi, Monsters University, bukanlah sebuah
presentasi yang buruk dan jelas akan sulit untuk dibenci oleh penontonnya.
Seperti halnya film-film hasil produksi Pixar Animation Studios, Monsters
University masih dilengkapi dengan tampilan visual yang begitu memikat.
Semenjak lama, Pixar Animation Studios memang telah berhasil mengaburkan
(bahkan menghapus) batas antara sebuah film animasi dengan sebuah film
live-action – realitas dan ilusi. Hal yang sama juga terjadi pada Monsters
University. Meskipun penonton disajikan dengan karakter-karakter yang begitu
berwarna dan jelas tidak akan pernah hadir dalam kehidupan nyata, adalah sangat
mudah untuk terlupa bahwa presentasi yang sedang tersaji adalah sebuah film
animasi akibat kemampuan Pixar Animation Studios dalam menghadirkan detil
gambar yang memukau serta tata kamera yang begitu hidup dalam mengikuti setiap
pergerakan karakternya.
Kemampuan Scanlon bersama Daniel Gerson dan Robert L. Baird
dalam menghadirkan dialog-dialog yang cukup cerdas serta dipenuhi deretan humor
yang terasa segar dan menghibur juga layak diberikan kredit lebih. Dan yang
terlebih utama, para pengisi suara Monsters University berhasil memberikan
kehidupan yang begitu kuat bagi setiap karakter yang mereka sajikan. Billy
Crystal dan John Goodman kembali memerankan karakter Mike dan Sully dan hadir
dengan chemistry yang begitu terasa erat. Helen Mirren mampu tampil sinis
sebagai Dean Hardscrabble. Begitu juga dengan Steve Buscemi yang mengisisuarakan
karakter Randall “Randy” Boggs yang dalam Monsters University diberikan sedikit
kisah latar belakang mengapa ia menjadi sosok yang antagonis nantinya dalam
Monsters, Inc..
Dan masih layaknya film-film persembahan Pixar Animation
Studios lainnya, Monsters University juga dibuka dengan kehadiran sebuah film
pendek yang berjudul The Blue Umbrella arahan Saschka Unseld. Berbeda dengan
film-film pendek produksi Pixar Animation Studios sebelumnya, The Blue Umbrella
menghadirkan teknik animasi yang diterapkan pada rekaman fotografi nyata.
Sayangnya, meskipun merupakan sebuah keberhasilan teknis yang sangat menawan –
serta ditemani dengan tata musik arahan Jon Brion yang begitu menghipnotis, The
Blue Umbrella kurang mampu hadir dalam kualitas penceritaan yang istimewa. It’s
nice but otherwise quite forgettable.
Pada akhirnya, adalah sangat mudah untuk memberikan
penilaian sesaat bagi Monsters University: Anda akan menganggapnya remeh karena
tidak sesuai dengan standar tinggi film-film produksi Pixar Animation Studios
sebelumnya yang telah Anda tetapkan sendiri atau Anda hanya cukup menikmatinya
dan mengalir dengan segala kekonyolan yang dihadirkan Dan Scanlon dalam
presentasi Monsters University. Tidak mudah untuk menyingkirkan ekspekstasi
tinggi pada sebuah film karya Pixar Animation Studios, tapi ketika Anda
berhasil melakukannya, Monsters University akan cukup mampu menghadirkan
waktu-waktu yang sangat menyenangkan untuk setiap penontonnya.
0 komentar