Sinopsis Iron Man 3

So… what’s next for Marvel Studios after the huge success of that little movie called The Avengers (2012)? It’s the return of the Iron Man,...

Iron Man 3 (Marvel Studios, 2013)So… what’s next for Marvel Studios after the huge success of that little movie called The Avengers (2012)? It’s the return of the Iron Man, apparently. Dan di bagian ketiga penceritaannya – yang masih dibintangi oleh Robert Downey, Jr., Gwyneth Paltrow dan Don Cheadle namun kini disutradarai oleh Shane Black (Kiss Kiss Bang Bang, 2005) yang menggantikan posisi Jon Favreau, Iron Man terkesan menyerap secara seksama pola penceritaan yang diterapkan Joss Whedon dalam The Avengers yakni dengan memasukkan lebih banyak unsur komedi ke dalam jalan penceritaannya. Hasilnya mungkin akan menghasilkan pendapat yang beragam dari banyak penggemar franchise ini. But then again… jelas sama sekali tidak ada salahnya untuk mengambil rute penceritaan yang berbeda ketika Anda sedang menangani sebuah tema yang telah begitu familiar. Khususnya ketika Anda mampu menanganinya dengan baik dan berhasil muncul dengan sebuah presentasi cerita yang benar-benar cerdas dan menghibur.

Berada di linimasa yang terdapat pada waktu beberapa saat setelah berbagai kejadian yang digambarkan dalam The Avengers, Iron Man 3 membuka kisahnya dengan penggambaran karakter Tony Stark (Downey, Jr.) yang masih berusaha mencerna berbagai hal yang ia alami selama beberapa waktu terakhir. Usaha tersebut, sayangnya, justru memberikan rasa depresi pada kondisi kejiwaan Stark – dan membuatnya tidak dapat tidur, memiliki tingkatan emosional yang labil dan menghasilkan jarak yang cukup lebar antara dirinya dengan Pepper Potts (Paltrow) dalam hubungan asmara yang telah mereka jalin. Dan situasi kehidupan Stark justru tidak akan berjalan lebih baik sesudahnya. Ia harus menghadapi ancaman yang datang dari dua arah: sosok teroris bernama Mandarin (Ben Kingsley) yang mengancam akan menghancurkan Amerika Serikat serta seorang pria bernama Aldrich Killian (Guy Pearce) yang datang dari masa lalu Pepper Potts dan berusaha untuk merebut perhatiannya kembali.

Kekuatan utama dari seri Iron Man, dan sebuah faktor besar yang berhasil menarik banyak penggemar baru ketika versi adaptasi live action dari seri komik Iron Man pertama kali dihadirkan pada tahun 2008 lalu, jelas berada pada kharisma seorang Robert Downey, Jr dalam memerankan karakter Tony Stark/Iron Man. Dalam Iron Man 3, Downey, Jr. bahkan diberikan ruang emosional yang lebih luas lagi guna menyelami kedalaman karakternya, khususnya sebagai seorang manusia dan bukan hanya sebagai seorang sosok superhero. Tidak hanya digambarkan sebagai sosok milyuner yang cerdas/womanizer/egois/banyak bicara/arogan, naskah cerita yang ditulis oleh Shane Black bersama dengan Drew Pearce, berhasil memberikan gambaran Tony Stark sebagai sosok yang sensitif dan dipenuhi banyak rasa kekhawatiran ketika harus berhadapan dengan banyak hal yang mungkin tidak dapat ia tangani. Layaknya manusia biasa. Sisi humanis ini berhasil dihidupkan oleh Downey, Jr. pada banyak bagian film, namun khususnya benar-benar terasa ketika karakter Tony Stark/Iron Man digambarkan sedang berinteraksi dengan karakter seorang anak bernama Harley (Ty Simpkins) – yang sekaligus menjadi pengingat bahwa karakter superhero favorit Anda kini telah berada di bawah komando Walt Disney.

Keputusan Black dan Pearce untuk memfokuskan jalan penceritaan pada sisi personal dari karakter Tony Stark/Iron Man jelas merupakan sebuah keputusan yang cukup berani. Pada beberapa bagian, keputusan tersebut membuat Iron Man 3 terkesan sebagai sebuah film bernuansa aksi komedi yang berdiri sendiri daripada sebagai bagian ketiga dari sebuah franchise film besar yang bertemakan superhero. Di sisi lain, kemungkinan besar kebanyakan penonton tidak akan sanggup untuk menahan diri mereka untuk tidak merasa jatuh hati pada pengembangan cerita yang begitu berhasil akan hubungan yang terjalin antara Tony Stark dengan karakter-karakter yang berada di sekitarnya. Hubungan romansa yang ia jalin dengan karakter Pepper Potts berhasil disajikan lebih dari sekedar kisah jalinan asmara yang sering terasa dihadirkan hanya sebagai penambahan warna bagi karakter seorang superhero dalam film-film sejenis. Hal yang sama juga terjadi antara hubungan Tony Stark dengan karakter Colonel James Rhodes/Iron Patriot yang terlihat semakin padu dengan pertukaran dialog-dialog bernuansa komedi antara keduanya yang akan mampu menghibur penonton.

Jika ada keluhan yang dapat dirasakan pada alur penulisan cerita Iron Man 3, maka hal tersbeut mungkin datang dari bagaimana cara Black dan Pearce terkesan terlalu menggampangkan karakterisasi tokoh-tokoh antagonis yang hadir di dalam jalan cerita film ini. Menghadirkan tidak kurang dari tiga karakter antagonis utama, Black dan Pearce sayangnya gagal untuk memberikan ketiga karakter tersebut porsi penceritaan yang mampu tampil meyakinkan. Karakter Maya Hansen yang diperankan oleh Rebecca Hall jelas terasa sebagai karakter yang sia-sia kehadirannya di jalan cerita film ini – dan membuat setiap orang mengerti mengenai keputusan Jessica Chastain untuk menolak peran ini. Karakter Aldrich Killian sendiri hadir dalam skala penceritaan yang cukup besar. Namun sayangnya, motivasi yang diberikan Black dan Pearce untuk karakter tersebut dalam melakukan berbagai tindakan kekerasannya terkesan begitu ringan dan kurang kuat. Yang paling mencuri perhatian jelas kehadiran karakter Mandarin. Meskipun kehadirannya terkesan sebagai karakter antagonis tambahan namun, secara mengejutkan, karakter inilah yang justru benar-benar mampu tampil sebagai karakter antagonis yang sebenarnya. Kelam dan begitu kejam. Begitu tangguhnya penggambaran karakter tersebut kemudian berhasil dimanfaatkan oleh Black dan Pearce untuk menghadirkan sebuah kejutan besar yang akan sanggup memberikan penontonnya bahan perdebatan panjang berhari-hari setelah mereka selesai menyaksikan film ini – namun tetap harus diakui mampu dieksekusi dengan baik oleh Black.

Rasanya tidak ada keluhan yang dapat disampaikan dari cara Black dalam mengeksplorasi berbagai adegan aksi yang hadir dalam film ini. Iron Man 3, terlepas dari perubahan nada penceritaannya, tetaplah mampu menghadirkan deretan adegan aksi dan ledakan dalam skala besar dan cukup mengagumkan. Terlepas dari beberapa karakter yang hadir dalam porsi penceritaan yang cukup terbatas, departemen akting Iron Man 3 yang diisi dengan nama-nama seperti Robert Downey, Jr., Gwyneth Paltrow, Don Cheadle, Guy Pearce, Ben Kingsley dan Rebecca Hall tetap berhasil solid dalam menghidupkan peran masing-masing – dengan chemistry yang terjalin antara Downey, Jr. dengan Paltrow, Cheadle dan Ty Simpkins – yang menampilkan penampilan akting yang mengesankan – mampu menjadi highlight pada banyak bagian presentasi cerita film ini.

Well… kredit utama dari Iron Man 3 jelas layak diberikan pada Marvel Studios yang dengan berani memberikan kebebasan bagi Shane Black untuk menciptakan atmosfer penceritaan seperti yang ia inginkan – meskipun jelas Black terlihat sangat terpengaruh pada kemampuan Joss Whedon untuk mengubah The Avengers menjadi sebuah film aksi komedi yang benar-benar menghibur. Naskah cerita yang diarahkan oleh Black bersama Drew Pearce jelas akan mampu menghadirkan perbedaan pendapat bagi banyak penggemar franchise ini. Pun begitu, tidak dapat disangkal bahwa Black dan Pearce telah memberikan sebuah kualitas penulisan naskah yang terasa begitu segar dalam menyikapi tema superhero yang diusungnya – Hey! Tidak semua karakter superhero harus dihadirkan dengan jalan cerita kelam seperti yang selalu terjadi dalam dunia seorang Christopher Nolan. Black mampu menyajikan sebuah presentasi cerita dengan kehadiran sisi aksi yang mampu tergali dengan baik, dialog-dialog yang tajam dan cerdas serta sajian drama yang terasa personal namun berhasil memberikan berbagai komentar sosial terhadap banyak hal yang sedang terjadi di dunia saat ini. Sebuah sajian yang solid dan menjadikan Iron Man 3 sebagai bagian terbaik dari perjalanan franchise ini.

You Might Also Like

0 komentar

Flickr Images