Sinopsis 3SUM

                                                   Untuk membuat sebuah film pendek yang efektif serta mampu memaparkan seluruh ide yang...


                                                  3Sum (PT Graha Visual Nusantara/EC Entertainment/Avatara88, 2013)
Untuk membuat sebuah film pendek yang efektif serta mampu memaparkan seluruh ide yang dimiliki oleh para pembuatnya secara tepat dan padat dalam waktu yang ringkas jelas memiliki sebuah tingkat kesulitan tersendiri. Film-film omnibus Indonesia yang banyak dirilis pada tahun lalu – dan seringkali dijadikan ajang perkenalan talenta-talenta baru pembuat film Indonesia – sayangnya justru membuktikan kelemahan tersebut: banyak diantara pembuat film pendek tersebut terlalu menggebu-gebu dalam menghasilkan film pendek mereka sehingga akhirnya justru menghantarkan sebuah film yang terasa terlalu banyak mengandung ‘apa yang diinginkan oleh sang pembuat film’ daripada tentang ‘apa yang sebenarnya bisa dihantarkan oleh sang pembuat film.’ Megah dari segi konsep namun sangat lemah dari sisi eksekusi akhirnya.

And then there’s this movie called 3Sum… Berbeda dengan kebanyakan film omnibus lainnya, yang di setiap ceritanya memiliki benang merah cerita antara satu dengan yang lain, tiga cerita yang terdapat pada 3Sum berdiri secara independen. Tidak memiliki ikatan antara satu dengan yang lain. 3Sum sendiri merupakan sebuah film omnibus yang menampilkan tiga cerita yang masing-masing berkisah tentang cinta, kehidupan dan kematian dan dihantarkan dalam tiga genre berbeda pula yakni drama, aksi dan thriller. Sekali lagi… sebuah konsep yang benar-benar unik namun sayangnya, sekali lagi, terbentur pada lemahnya eksekusi terhadap jalan cerita yang ingin disampaikan.

3Sum dibuka dengan film pendek berjudul Insomnights yang digarap secara kolaboratif oleh Witra Asliga dan Andri Cung. Berkisah mengenai malam-malam kelam yang dialami oleh seorang eksekutif muda bernama Morty (Winky Wiryawan) akibat penyakit insomnia yang ia derita, Insomnights sebenarnya memiliki pola penceritaan yang sangat sederhana. Witra dan Andri sepertinya tidak ingin terperangkap begitu saja dalam kesederhanaan tersebut. Layaknya The Sixth Sense (1999) yang berusaha menyembunyikan misteri terbesar kisahnya hingga di akhir penceritaan, Witra dan Andri berusaha memaparkan lapisan demi lapisan misteri yang bertujuan untuk memainkan insting dan logika para penontonnya sebelum akhirnya membuka kedok misteri terbesar penceritaan mereka.

Well… adalah sebuah langkah yang sangat berani untuk mengambil suatu resiko keluar dari zona aman. Namun sayangnya, tidak semua resiko yang diambil dapat begitu saja menghasilkan kesuksesan. Lapisan-lapisan misteri penceritaan dalam Insomnightskurang mampu untuk tergali dengan baik. Belum lagi tata penyuntingan gambar yang terkesan begitu kacau dan gagal menghasilkan tata penceritaan yang runut. Hasilnya, daripada memicu penonton untuk menduga-duga apa yang sebenarnya terjadi pada sang karakter utama di segmen ini, misteri demi misteri yang dihadirkan justru berakhir datar, jauh dari kesan menarik dan hanya terlihat sebagai upaya untuk memanjang-manjangkan durasi cerita. Ditambah dengan kurang kuatnya kharisma Winky Wiryawan dalam berakting solo di sepanjang penceritaan segmen ini, Insomnights berakhir menjadi segmen paling lemah dari ketiga film yang dihadirkan dalam 3Sum – dan sialnya, ketika diletakkan di awal film, justru memberikan penurunan mood yang amat dahsyat bagi penonton untuk meneruskan perjalanan mereka dalam menyaksikan 3Sum.

Segmen kedua menampilkan Andri Cung dalam performa pengarahan cerita solonya, Rawa Kucing. Segmen kedua ini memiliki keunggulan tata cerita sekaligus deretan karakter yang lebih kompleks dari dua segmen lain dalam 3Sum. Rawa Kucing mengisahkan pertemuan seorang wanita cantik keturunan keluarga Cina Benteng yang kaya raya, Ayin (Aline Adita), dengan seorang pemuda lugu tuna rungu, Welly (Natalius Chendana), yang bekerja sebagai seorang gigolo. Pertemuan yang awalnya dimaksudkan hanyalah sebagai sebuah pertemuan ‘bisnis’ belaka kemudian justru memberikan pengaruh yang besar bagi kehidupan keduanya di masa yang akan datang.

Sayangnya, meskipun memiliki plot penceritaan yang lebih kompleks serta deretan karakter yang lebih bervariasi, Rawa Kucing tetap tidak mampu menghindarkan dirinya dari kesan bahwa jalan cerita film ini begitu diulur-ulur demikian panjang – Do we really need to stare at shirtless Natalius Chendana that long? – hanya demi memenuhi kuota durasi penceritaan yang diberikan . Begitu banyak adegan dalam Rawa Kucing yang terasa begitu hampa dan diisi dengan dialog maupun kisah yang kurang esensial. Penggalian karakter juga terlihat hanya dilakukan pada karakter Ayin seorang tanpa pernah memberikan kesempatan untuk karakter Welly untuk dapat berkembang dengan lebih baik lagi. Meski begitu, harus dialui bahwa dramatisasi yang dihasilkan oleh Andri dan diperkuat dengan penampilan solid dua pemeran utamanya sedikit banyak mampu memicu intrik emosional penonton.

Segmen ketiga dari 3Sum yang diarahkan oleh William Chandra, Improptu, mungkin adalah bagian terbaik dari film ini meskipun memiliki naskah cerita yang tak kalah sederhana dari Insomnights. Segmen yang berkisah mengenai malam penuh aksi dan kekerasan yang harus dilalui oleh satu pasangan kekasih (Dimas Argoebie dan Hannah Al Rashid) ini mampu tampil kuat karena William Chandra sepertinya menyadari bahwa dirinya sedang menggarap sebuah film pendek. Karenanya, ia juga menghadirkan plot dan eksekusi cerita yang sesuai untuk sebuah film pendek. Tidak pernah berusaha memberikan jalan cerita yang terlalu melebar serta mampu mengisi kesederhanaan naskah ceritanya dengan unsur-unsur aksi yang begitu tergarap dengan baik sekaligus hadir dalam ritme penceritaan yang cepat. Akhirnya, meskipun penggalian karakter serta plot cerita yang benar-benar terbatas, penonton akan tetap mampu terhibur dengan sajian aksi yang dihadirkan dalam jalan cerita film ini.

3Sum jelas bukanlah karya terburuk yang pernah hadir dalam industri film Indonesia. Namun rasanya tidak akan ada yang dapat menyangkal bahwa ketiga film pendek yang dihadirkan dalam kesatuan 3Sum memiliki cukup banyak kekurangan yang akan mampu membuat para penontonnya merasa jenuh dan terjebak dalam penceritaan yang begitu datar. Masing-masing film pendek yang disajikan dalam 3Sum terasa memiliki visi yang terlalu besar daripada kemampuan masing-masing pembuat film untuk mengeksekusinya. Hasilnya, ketiganya gagal menyajikan jalan cerita yang mampu menarik perhatian penonton dan lebih sering terlihat sebagai sebuah presentasi yang hadir dengan persiapan yang kurang mapan.

You Might Also Like

0 komentar

Flickr Images