Sinopsis Film
Sinopsis Man Of Steel
10.21
Pertanyaan terbesar bagi kehadiran Man of Steel adalah
jelas: Apakah keberadaan Christopher Nolan di belakang karakter pahlawan milik
DC Comics ini mampu memanusiawikan karakter Superman seperti halnya yang pernah
ia lakukan pada Batman melalui trilogi The Dark Knight (2005 – 2012)? Well… it
works… at times. Bersama dengan penulis naskah David S. Goyer – yang juga
merupakan penulis naskah dari trilogi The Dark Knight, Nolan mampu menyajikan
sosok Kal-El/Clark Kent/Superman sebagai sosok yang membumi – meskipun Man of Steel
dengan jelas menonjolkan sang pahlawan sebagai seorang yang asing di muka Bumi.
Arahan sutradara Zack Snyder juga cukup berhasil membuat Man of Steel hadir
sebagai sebuah presentasi film aksi yang mumpuni. Namun, dalam perjalanan untuk
mengisahkan kembali masa lalu serta berbagai problema kepribadian yang dimiliki
oleh Kal-El/Clark Kent/Superman tersebut, Man of Steel sayangnya hadir dengan
karakter-karakter yang kurang tergali dengan baik, alur penceritaan yang
terburu-buru serta – seperti kebanyakan film arahan Snyder lainnya, berusaha
berbicara terlalu banyak namun gagal tereksekusi dengan baik.
Man of Steel is the Batman Begins of this newly rejuvenated
franchise. So it’s basically Superman Begins. A new beginning. A reboot.
Dikisahkan, Superman, yang oleh orangtua kandungnya, Jor-El (Russell Crowe) dan
Lara Lor-Van (Ayelet Zurer), diberi nama Kal-El, terlahir di sebuah planet
bernama Krypton di masa-masa planet tersebut sedang menghadapi dua masalah
besar: Krypton berada di ambang kehancuran dan pimpinan militer planet
tersebut, General Zod (Michael Shannon), sedang melakukan kudeta terhadap para
pemimpin planet – yang kemudian berusaha digagalkan Jor-El. Jor-El dan Lara
Lor-Van sendiri kemudian mengirimkan Kal-El ke Bumi demi keselamatan sang anak.
General Zod yang mengetahui rencana tersebut kemudian bersumpah untuk mencari
Kal-El dan membalaskan dendamnya.
Sesampainya di Bumi, Kal-El kemudian diadopsi oleh pasangan
petani, Jonathan (Kevin Costner) dan Martha Kent (Diane Lane), dan memberinya
nama Clark Kent (Cooper Timberline/Dylan Sprayberry/Henry Cavill). Meskipun Pa
Kent berusaha sekuat mungkin untuk menyembunyikan identitas Clark Kent yang
sesungguhnya, namun secara perlahan, Clark Kent mulai menyadari bahwa dirinya
memiliki sebuah kekuatan berbeda dari manusia biasa yang sekaligus membuatnya
terasing dari pergaulan luas. Dari titik tersebut, Clark Kent memulai
perjalanan untuk mulai mencari siapa jati dirinya yang sesungguhnya. Di saat
yang bersamaan, General Zod akhirnya bisa mengendus lokasi keberadaan sosok
yang paling dicarinya selama ini dan mulai mengerahkan pasukannya untuk
menangkap Kal-El/Clark Kent.
Momen-momen keemasan Man of Steel jelas berada di bagian
awal dan akhir film – plot yang bercerita mengenai kondisi planet Krypton serta
momen ketika Superman akhirnya berhadapan dengan General Zod. Sementara itu,
bagian pertengahan film, yang seharusnya menjadi elemen krusial bagi
pembangunan ikatan emosional jalan cerita film ini kepada para penontonnya,
hadir dengan penceritaan yang kurang mampu tertata dengan baik. Bagian tersebut
memang dihadirkan sebagai alat untuk penyampaian kisah mengenai bagaimana
karakter Clark Kent menjalani masa pertumbuhannya sebagai warga Bumi serta
perkembangan psikologis sang pahlawan dalam menemukan kekuatannya. Sayangnya,
Man of Steel seperti berusaha untuk merangkum banyak kisah kehidupan sang
karakter namun gagal untuk dipresentasikan dengan memuaskan – lebih sering
terasa sebagai kilasan kehidupan karakter Clark Kent daripada sebagai sebagai
sebuah narasi lengkap. Sebuah keterburu-buruan yang menghilangkan kesempatan
penonton untuk mengenal karakter Superman secara lebih mendalam sekaligus
meminimalisir keterlibatan Kevin Costner dan Diane Lane yang sebenarnya tampil
cukup emosional di dalam jalan cerita.
Jalan cerita Man of Steel mulai terasa kembali terorganisir
dengan cukup baik ketika film ini beralih pada paruh ketiga penceritaan dimana
karakter Superman dan General Zod akhirnya saling berhadapan. Meskipun terdapat
beberapa inkonsistensi – karakter Superman menyarankan seorang penduduk untuk
masuk ke rumahnya agar lebih aman namun di saat yang sama kemudian dengan
leluasa menghancurkan berbagai gedung yang pastinya berisi banyak umat manusia
saat ia sedang bertarung dengan General Zod, namun Snyder mampu menggambarkan
berbagai kekacauan yang hadir di sepanjang adegan pertarungan tersebut dengan
baik sekaligus meningkatkan intensitas jalan cerita yang terlanjur melempem di
paruh kedua. Dukungan tata sinematografi arahan Amir Mokri dan tata musik Hans Zimmer
– yang terdengar begitu familiar – juga semakin mendukung kepadatan intensitas
film ini.
Berbicara mengenai pengarahan Snyder… well… rasanya sangat
jelas bahwa Snyder dalam Man of Steel terkesan hanyalah sebagai boneka bagi
Christopher Nolan: ia cukup bertugas sebagai pengeksekusi dari berbagai langkah
penceritaan yang telah disediakan Nolan dan David S. Goyer untuknya – yang
sebenarnya juga mengikuti deretan pola penceritaan mereka pada trilogi The Dark
Knight terdahulu. Mereka yang mengikuti karir Snyder pasti dapat merasakan
bahwa Snyder meninggalkan seluruh gaya khas pengarahan filmnya. Di sisi lain,
melihat kehadiran Snyder tanpa berbagai ciri khas visual pengarahannya,
bukankah adalah sangat miris untuk menyadari bahwa Snyder adalah seorang sutradara
dengan visi serta kemampuan pengarahan cerita yang… dangkal?
Henry Cavill sendiri memberikan penampilan yang sangat
memuaskan sebagai Clark Kent/Superman. Tidak hanya memiliki penampilan fisik
yang tampan sekaligus gagah, Cavill juga mampu menghadirkan kharisma seorang
good old fashioned boy next door yang memang telah menjadi karakteristik
seorang Clark Kent/Superman secara alami. Kemampuan akting Cavill juga jelas
tidak mengecewakan – ia mampu menghidupkan karakter yang ia perankan dengan
baik tanpa pernah terasa berlebihan dalam menginterpretasikan sosok pahlawan
super yang ia bawakan. Kombinasi kualitas tersebut secara mudah menjadikan
Cavill sebagai pemeran Clark Kent/Superman yang paling berkharisma setelah
Christopher Reeve.
Penampilan Cavill di departemen akting juga didukung dengan
nama-nama yang jelas tidak perlu diragukan lagi kualitasnya. Sebagai karakter
antagonis utama, Michael Shannon berhasil hadir dengan penampilan watak yang
memikat. Terkesan seperti penampilan kelas dua dari karakter John Givings yang
ia perankan di Revolutionary Road (2008) but still… it works. Meskipun hadir
dalam porsi penceritaan yang terbatas, Kevin Costner dan Diane Lane mampu
memberikan penampilan yang cukup emosional. Sama halnya dengan Amy Adams, yang
seperti biasa, dengan mudah menyerap masuk ke dalam setiap karakter yang ia
perankan – meskipun harus diakui chemistry yang ia jalin bersama Cavill masih
terasa goyah di beberapa bagian. Russell Crowe juga tidak mengecewakan dalam
perannya sebagai Jor-El walaupun harus diakui masih sering terlihat datar
sementara Lauren Fishburne sayangnya tampil begitu sia-sia dengan perannya
sebagai Perry White yang begitu terbatas ruang gerak dan perannya.
Mungkin jika Christopher Nolan dan David S. Goyer tidak
terlalu bergantung dengan formula penceritaan yang telah pernah diaplikasikan
sebelumnya oleh trilogi The Dark Knight dan memberikan ruang gerak yang lebih
luas pada Zack Snyder, Man of Steel akan mampu tampil lebih mengesankan.
Kecuali pada pendekatan yang lebih mengarah sebagai sebuah petualangan fiksi
ilmiah, Man of Steel nyaris sama sekali tidak memberikan sesuatu yang baru pada
presentasi ceritanya. Pemilihan Henry Cavill sebagai pemeran Clark
Kent/Superman jelas layak untuk mendapatkan kredit lebih – hal yang sama juga
berlaku dengan pemilihan deretan pengisi jajaran pemeran lainnya. Namun
pengelolaan drama tentang pergulatan masa lalu sang pahlawan super yang
berjalan terlalu datar dengan karakter-karakter pendukung yang kurang mampu
tergali dengan baik yang akhirnya membuat Man of Steel terasa begitu dingin
layaknya… well… potongan logam besi. Sebuah usaha yang kuat… tetapi masih belum
mampu untuk tampil istimewa.
0 komentar