Sinopsis Film
Sinopsis Sule Detektif Tokek
22.41
Meskipun Anda bukanlah penggemar tayangan serial komedi
televisi Opera Van Java yang masih tayang dan sukses hingga saat ini atau
bahkan bukanlah penggemar dirinya sekalipun, rasanya akan sulit untuk
menyangkal bahwa Sule adalah seorang komedian yang memiliki daya tarik dan
kemampuan komikal yang sangat kuat. Lewat daya tarik itulah komedian bernama
asli Entis Sutisna tersebut mampu membuat menit-menit presentasi film Arwah
Kuntilanak Duyung (2011) dan Sule, Ay Need You (2012) yang memiliki naskah
penceritaan yang lemah menjadi… well… sedikit terasa kurang menyiksa ketika
disaksikan. Sayangnya, Sule justru kemudian terjebak dengan naskah-naskah
cerita yang sepertinya murni hanya mengandalkan kemampuan komikalnya tanpa
pernah berusaha meningkatkan sisi penceritaan lainnya. Sule Detektif Tokek
adalah contoh terbaru bagi kekurangan Sule tersebut.
Sule Detektif Tokek sendiri pada awalnya mungkin dimaksudkan
untuk menjadi semacam spy comedy seperti Johnny English (2003), seri Austin
Powers (1997 – 2002) atau bahkan Benyamin Spion 025 (1974) yang dahulu popular
berkat penampilan apik komedian Benyamin S. Sayangnya, Reka Wijaya (Tarzan ke
Kota, 2008) sebagai seorang sutradara yang juga bertanggung jawab sebagai
penulis naskah bersama Angling Sagaran tidak memiliki kemampuan yang mumpuni
untuk mengelola kisah bertema detektif yang bernafaskan komedi. Hasilnya, pada
kebanyakan bagian kisahnya, Sule Detektif Tokek gagal mengembangkan penceritaan
yang bertema kisah detektif tersebut dan hanya memanfaatkannya sebagai
penghantar deretan guyonan slapstick dangkal yang jauh dari kesan menghibur.
Filmnya sendiri berkisah mengenai seorang pria, Sule (Sule),
yang meskipun dalam keseharian tampil dalam penampilan yang kurang meyakinkan,
namun memiliki profesi sebagai seorang detektif swasta. Atau setidaknya hal
itulah yang berusaha ia lakukan. Suatu hari, Sule kemudian mendapatkan telepon
dari Marina (Poppy Sovia) yang menugaskan dirinya untuk mencari tokek
kesayangannya yang hilang. Marina sendiri mencurigai bahwa tokeknya tersebut
telah dicuri oleh orang suruhan Mr. Bete (Joehana Sutisna) karena kekesalan
dirinya akibat tokek milik Marina mampu mengalahkan tokeknya dalam sebuah ajang
penghargaan. Mr. Bete sendiri yang mengetahui bahwa jejaknya telah tercium oleh
Sule lalu mengambil jalan pintas dengan menculik anak Sule, Iki (Rizky “Sule”),
untuk memaksa Sule agar menyerah dalam menyelidiki kasus tersebut.
Tidak ada yang istimewa dalam presentasi cerita Sule
Detektif Tokek. Dapat ditebak dengan mudah, mengiringi perjalanan karakter Sule
dalam menemukan tokek yang hilang, film ini akan menghadirkan deretan guyonan
slapstick yang khas dalam rangka berusaha untuk menghasilkan tawa dari para penontonnya.
Dan gagal! Masalah terbesar dari Sule Detektif Tokek adalah baik Reka Wijaya
maupun Angling Sagaran sepertinya sama sekali tidak berniat untuk menghadirkan
sebuah jalinan kisah yang utuh. Dari menit film ini dimulai sampai dengan
berakhir kisah penceritaan Sule Detektif Tokek terlihat bagai rangkaian sketsa
komedi yang dipaksa bergabung untuk menjadi satu. Kelemahan tersebut kemudian
jelas membuat sangat mudah untuk melihat banyaknya ketidakberaturan linimasa
penceritaan dalam naskah cerita film ini.
Karakter-karakter yang disajikan juga terlihat sangat
standar. Khas film-film sejenis namun gagal untuk mendapatkan penggalian yang
kuat – bahkan termasuk dari karakter utama cerita film ini sendiri. Hanya
penampilan dari jajaran pemeran film inilah yang mampu membuat
karakter-karakter dangkal tersebut masih mampu untuk beberapa kali tampil
menghibur, khususnya penampilan dari Sule serta Mpok Nori dan Joehana Sutisna
yang mampu mencuri perhatian dalam setiap kehadirannya. Beberapa karakter
pendukung lainnya juga tampil tidak mengecewakan meskipun akan ada banyak
pertanyaan mengenai apa sebenarnya kegunaan karakter yang diperankan oleh Uli
Auliani dalam jalan cerita film ini.
Reka melakukan sedikit inovasi dalam tata visual film ini.
Daripada menyajikannya dalam pewarnaan yang standar, Reka menghadirkan cerita
Sule Detektif Tokek dalam rangkaian pewarnaan a la komik – mungkin akan
mengingatkan sebagian penonton pada presentasi film Mama Cake pada tahun lalu.
Usaha yang cukup baik sebenarnya. Namun ketika tampilan visual tersebut
terkesan sama sekali tidak berguna kehadirannya – dan membuatnya menjadi
sekedar teknik untuk menyembunyikan kelemahan jalan cerita yang benar-benar
tidak dapat diselamatkan lagi, sajian tersebut dengan cepat berubah menjadi sebuah
tampilan yang membosankan dan sia-sia saja.
Presentasi jalan cerita Sule Detektif Tokek sebenarnya dapat
saja terasa lebih mengena dan menghibur jika Reka Wijaya mau untuk lebih
memfokuskan penceritaan film ini pada kisah detektif yang dijalani sang karakter
utama daripada berusaha keras untuk menyajikan tampilan visual yang berbeda
maupun guyonan-guyonan slapstick yang jelas berniat untuk menghasilkan tawa
penontonnya. Beberapa adegan dan dialog masih mampu menghadirkan momen komedi.
Namun dibandingkan dengan durasi 75 menit yang harus dilalui penonton dalam
menyaksikan film ini, rasanya momen-momen komedi dalam jumlah minim tersebut
tidak akan berhasil membuat Sule Detektif Tokek lantas menjadi menyenangkan
untuk diikuti secara keseluruhan.
0 komentar