Sinopsis Film
Sinopsis KM97
22.43
Well… just in case you desperately need a reminder: it’s
2013, folks! Tahun dimana dunia film horor telah melewati masa dimana salah
satu perwakilannya berhasil memenangkan kategori Film Terbaik di ajang Festival
Film Indonesia atau ketika penonton Indonesia dikejutkan oleh satu keluarga
yang gemar memakan daging manusia atau ketika seorang sutradara kelahiran Medan
terus menerus memberikan inovasi baru dalam mempresentasikan setiap kisah
horornya. But then… there’s Jose Poernomo. Seorang sutradara yang namanya
mungkin akan terus dikenang sebagai salah satu otak pengarahan dari film horor
Indonesia legendaris, Angkerb… maaf, Jelangkung (2001). Lebih dari satu dekade
berlalu, Jose ternyata masih gemar untuk mengeksplorasi lokasi-lokasi yang
dianggap mistis di berbagai belahan wilayah Indonesia sebagai tema penceritaan
filmnya. Yang terbaru… Jose berusaha menghadirkan kisah mistis dari KM 97,
sebuah titik di Jalan Tol Jakarta-Bandung yang dikenal juga dengan wilayah
Cipularang dimana banyak terjadi kecelakaan di tempat tersebut.
Pun begitu… jelas Jose memiliki alasan tersendiri untuk
bertahan dalam menyajikan tema-tema yang berulang dalam filmnya. Hey… film terakhirnya
yang dirilis tahun lalu dan berjudul Rumah Kentang berhasil mendapatkan lebih
dari 400 ribu penonton. Jelas, film-film dengan tema tersebut masih menjadi
formula kuat untuk dijual ke pasaran penonton Indonesia. Sayangnya, Jose
sepertinya tidak lagi memiliki kemampuan untuk mengolah maupun mendapatkan
naskah cerita yang layak untuk diberikan apresiasi lebih. Film-film yang ia
sajikan terus menghadirkan alur kisah yang serupa namun hanya dengan lokasi
kisah yang berbeda. Melelahkan? Tentu saja!
Dalam KM 97, Jose kembali berkolaborasi dengan penulis
naskah, Hilman Mutasi, yang dahulu menuliskan naskah Angkerbatu (2007) dan baru
saja sukses besar dengan film 5 cm (2012). Filmnya sendiri berkisah mengenai
pasangan Anton (Restu Sinaga) dan Lidya (Feby Febiola) yang bersama putera
tunggal mereka, Bintang (Zidane), melakukan perjalanan Bandung untuk menemui
ayah Anton, Sucipto (August Melasz), setelah keduanya gagal menghadiri acara
pemakaman ibu Anton (Henny Timbul). Sial, setelah melalui perjalanan yang melelahkan,
kedatangan Anton dan Lidya justru disambut dengan dingin oleh sang ayah.
Sikap dingin yang ditunjukkan Sucipto sendiri muncul memang
karena masih merasa kecewa akibat ketidakhadiran Anton pada pemakaman ibu
kandungnya sendiri. Ia juga tidak begitu suka pada Lidya yang ia anggap jauh
dari harapannya untuk memiliki seorang menantu keturunan Jawa yang masih
mengerti adat istiadat leluhurnya. Mengingat hal tersebut, Anton acapkali
mengingatkan Lidya untuk bersabar menghadapi ayahnya. Namun, tekanan dari
Sucipto semakin membuat posisi Lidya menjadi tak nyaman. Ini masih ditambah
dari gangguan arwah gentayangan yang sepertinya terus-menerus menghantui Lidya
selama berada di rumah itu. Puncaknya, Anton dan Lidya kemudian menemukan bahwa
ada sebuah kekuatan supranatural jahat yang ternyata berusaha untuk menyelinap
masuk dalam kehidupan mereka berdua.
Jalan ceritanya sendiri berjalan dengan sesuai ekspektasi:
sejumlah karakter mengalami aktivitas paranormal, kehidupan mereka mulai
terganggu, sedikit berlari dan teriak kesana-kemari sebelum akhirnya mereka
memutuskan berniat untuk melawan kekuatan paranormal tersebut. Klise… dan Jose
Poernomo juga tidak melakukan banyak hal untuk meningkatkan kualitas
penceritaan Hilman Mutasi tersebut. KM 97 jelas jauh dari kesan menakutkan.
Pada kebanyakan bagian, film ini berjalan dengan datar dengan ritme penceritaan
yang juga membuatnya menjadi semakin kurang menarik untuk disimak. Layaknya
Rumah Kentang, kualitas minimalis penceritaan KM 97 kemudian berusaha ditutupi
Jose melalui kualitas tata produksinya.
Dan harus diakui, meskipun tidak istimewa, kualitas tata
produksi KM 97 yang lumayan kuat adalah satu-satunya yang mampu menjadi pembeda
kualitas film ini dengan kebanyakan film horor kacangan Indonesia yang banyak
dirilis dalam beberapa tahun terakhir. Tampilan tata sinematografi hingga tata
rias dan rambut mampu memberikan kesan meyakinkan terhadap jalan cerita yang
diusung. Pun begitu, rasanya tidak akan ada seorangpun yang tidak merasa
terganggu dengan tata musik arahan David Poernomo di sepanjang presentasi film
ini. David sepertinya sadar bahwa jalan cerita film ini cenderung berjalan
sangat datar. Hasilnya, David memberikan tata musik yang begitu meledak-ledak…
dan akan mampu mengganggu organ pendengaran setiap penonton. Sangat mengganggu!
Dan yah… begitulah. KM 97 hanyalah sebuah presentasi lain
dari Jose Poernomo mengenai sebuah lokasi bernuansa mistis legendaris di
Indonesia yang, sayangnya, sama sekali gagal untuk dapat menjelaskan mengapa
lokasi tersebut layak disebut menakutkan. KM 97 tampil dengan kualitas medioker
secara keseluruhan: mulai dari tata penceritaannya, alur pengisahannya hingga
kualitas tampilan akting para pengisi departemen akting filmnya. Satu-satunya
yang membuat film ini tidak berada pada kelas yang setara dengan film horor
kacangan Indonesia lainnya adalah kemampuan Jose untuk menyajikan kisahnya
dengan tata produksi yang cukup mumpuni – meskipun tata musiknya jelas akan
terasa sangat mengganggu. Medioker.
0 komentar