22.45
Sinopsis Killing Them Softly
22.45Membutuhkan waktu lima tahun bagi sutradara asal Australia, Andrew Dominik, untuk memproduksi dan merilis film ketiganya, Killing Them Sof...
Membutuhkan waktu lima tahun bagi sutradara asal Australia,
Andrew Dominik, untuk memproduksi dan merilis film ketiganya, Killing Them
Softly, untuk mengikuti kesuksesan kritikal The Assasination of Jesse James by
the Coward Robert Ford yang dirilis pada tahun 2007 lalu. Sama seperti film
keduanya tersebut – maupun film perdananya, Chopper (2000) – Killing Them
Softly masih memiliki alur penceritaan yang berfokus pada karakter-karakter
yang hidup dalam kelamnya dunia kriminal. Diadaptasi sendiri oleh Dominik dari
novel karya George V. Higgins yang berjudul Cogan’s Trade (1974), Killing Them
Softly jelas masih akan mampu memuaskan mereka yang memang menggemari cara
Dominik dalam mengarahkan sebuah cerita yang dipenuhi dengan dialog-dialog
tajam, meskipun, harus diakui, Killing Them Softly tidak memiliki plot cerita
sekuat The Assasination of Jesse James by the Coward Robert Ford yang fenomenal
tersebut.
Berlatar belakang di kota Boston, Amerika Serikat pada tahun
2008 – masa dimana Amerika Serikat sedang dilanda resesi ekonomi serta Barack
Obama dan George Walker Bush sedang giat berkampanye untuk merebut kursi
kepresidenan, Killing Them Softly memulai penceritaannya dengan kilas balik
mengenai kisah Markie Trattman (Ray Liotta) yang mengkhianati sebuah lokasi
perjudian tempat ia bekerja dengan menyewa beberapa orang untuk merampok tempat
tersebut. Markie sendiri berhasil meloloskan diri dari dugaan bahwa ialah
pelaku perampokan tersebut… hingga pada beberapa tahun kemudian, saat dirinya
sedang mabuk, Markie mengakui sendiri tentang perbuatannya. Mengingat kejadian
tersebut telah berlangsung lama, para penjahat yang sering berjudi di tempat
tersebut hanya menertawakan kejadian tersebut dan sama sekali tidak berniat
untuk membalas perbuatan Markie. Meslipun… hal tersebut bukan berarti mereka
akan begitu saja melupakan perbuatan Markie.
Hal inilah yang kemudian dilihat seorang pria bernama Johnny
Amato (Vincent Curatola) sebagai sebuah kesempatan untuk mendapatkan banyak
uang. Ia berencana untuk merampok tempat perjudian tersebut yang akan
menimbulkan banyak prasangka bahwa Markie-lah yang kembali melakukan perbuatan
tersebut. Dengan bantuan Frankie (Scoot McNairy) dan Russell (Ben Mendelsohn),
Johnny berhasil melakukan perbuatan kejahatan tersebut. Seperti rencananya,
Markie kemudian menjadi orang yang disalahkan atas kejadian tersebut. Namun,
tak semua orang percaya bahwa Markie mau sebodoh itu mengulang kembali
perbuatannya. Atas dasar para pimpinan mafia yang mengelola tempat perjudian
tersebut, seorang pembunuh bayaran bernama Jackie Cogan (Brad Pitt) kemudian
diutus untuk menyelidiki siapa biang keladi sebenarnya dalam perampokan itu.
Frase Killing Them Softly yang digunakan Dominik sebagai
judul film ini sendiri datang dari deskripsi bagaimana karakter Jackie Cogan
selalu melakukan tugasnya: bagaimana ia selalu membunuh secara perlahan, tanpa
diketahui dan dari kejauhan agar ia tidak merasa terikat secara emosional
dengan setiap korbannya. Sialnya… frase tersebut kemungkinan besar juga dapat
diaplikasikan pada para penonton yang mengharapkan bahwa film ini akan menjadi
sebuah film yang dipenuhi dengan adegan-adegan penuh darah dan kekerasan. Well…
Andrew Dominik memang menghadirkan beberapa adegan keras dan penuh darah yang
ia sajikan dengan begitu stylish – yang mungkin akan mengingatkan beberapa
penonton pada Drive (2011). Namun pada kebanyakan bagian, Killing Them Softly
hanyalah diisi dengan pertukaran dialog antara para karakternya.
Namun, seperti layaknya dua film Dominik lainnya,
dialog-dialog yang disajikan oleh Dominik pada Killing Them Softly adalah
senjata sesungguhnya bagi film ini. Disajikan dengan tajam, black comedy yang
begitu kuat dan mampu merefleksikan sisi kehidupan keras warga Amerika Serikat.
Walau begitu, Killing Them Softly harus diakui beberapa kali menyajikan
momen-momen lemahnya ketika Dominik memilih untuk menyajikan dialognya dalam
durasi yang terlalu panjang sehingga kehilangan banyak sisi emosional yang
seharusnya menanjak. Namun tetap saja, kehandalan Dominik dalam menyusupkan
ironi-ironi persinggungan antara dunia politik, ekonomi dan sosial warga Amerika
Serikat – yang dihadirkan secara cerdas melalui potongan-potongan pidato Barack
Obama dan George Walker Bush di banyak adegan film – akan mampu membuat
penonton setidaknya terprovokasi untuk memikirkan kondisi lingkungannya secara
lebih mendalam.
Selain dialog yang tajam, Dominik juga berhasil menghadirkan
deretan karakter yang begitu kuat sehingga masing-masing mampu berdiri sendiri.
Lihat bagaimana Dominik mampu menggali karakter Jackie Cogan yang begitu cerdas
dalam setiap pembunuhan yang ia lakukan namun tetap santai dalam tindakan
kesehariannya. Atau karakter Mickey (James Gandolfini) yang berpenampilan keras
namun digambarkan sedang hancur akibat hubungan asmaranya yang rusak. Atau duo
karakter Frankie dan Russell yang benar-benar saling bertolak belakang namun
saling mendukung kehadiran satu sama lain. Setiap karakter memberikan warna
yang unik pada jalan cerita Killing Them Softly secara keseluruhan. Dan ketika
diperankan secara mengagumkan oleh nama-nama seperti Brad Pitt, James
Gandolfini, Scoot McNairy, Ben Mendelsohn, Richard Jenkins hingga Ray Liotta,
karakter-karakter tersebut mampu tampil begitu hidup dan sangat, sangat
meyakinkan.
Well… Killing Them Softly jelas bukanlah sebuah film yang
mudah untuk dicerna secara umum. Tidak seperti The Assasination of Jesse James
by the Coward Robert Ford, Killing Them Softly hampir sama sekali tidak pernah
melibatkan penonton untuk mengikutsertakan sisi emosional mereka dalam
menyaksikan jalan penceritaan film ini. Andrew Dominik menyajikan film ini sebagai
gambaran pahit akan kehidupan warga Amerika Serikat yang dilakukannya lewat
dialog-dialog yang tajam serta karakter-karakter yang begitu kelam. Keras,
gelap dan cenderung berjalan dengan ritme penceritaan yang sederhana, film ini
jelas membutuhkan kesabaran yang kuat untuk dapat menikmatinya. Namun ketika
Anda mampu melewati tahapan tersebut, Killing Them Softly akan memberikan cukup
banyak keindahan yang puitis dibalik kekerasan yang disajikannya.