18.46
Review : Bangun Lagi Dong Lupus
18.46Dengan kisah yang diperkenalkan pertama kali sebagai cerpen sisipan di majalah Hai pada pertengahan tahun 1980an sebelum akhirnya dirilis ...
Dengan kisah yang diperkenalkan pertama kali sebagai cerpen
sisipan di majalah Hai pada pertengahan tahun 1980an sebelum akhirnya dirilis
sebagai sebuah novel dengan judul Tangkaplah Daku Kau Kujitak karangan Hilman
Hariwijaya pada tahun 1986, karakter Lupus kemudian tumbuh menjadi salah satu
karakter ikonik di kebudayaan pop remaja Indonesia, bersanding dengan
karakter-karakter lain seperti Boy dan Olga. Dalam perjalanannya, kisah
petualangan Lupus – yang digambarkan sebagai sosok pemuda dengan berbagai
tingkah laku yang konyol, tengil, gemar mengkonsumsi permen karet namun tetap
merupakan sosok yang taat beragama dan patuh terhadap berbagai aturan sosial –
kemudian dilanjutkan dalam deretan seri novel yang masih berlangsung hingga
saat ini, lima seri film serta beberapa serial televisi yang tetap
mempertahankan popularitas karakter Lupus meskipun telah melampaui beberapa
generasi.
Lebih dari dua dekade semenjak perilisan film terakhirnya,
Lupus V: Iih… Syereem! (1991), Hilman kembali membawa karakter Lupus ke layar
lebar dengan bantuan sutradara sekaligus penulis naskah, Benni Setiawan (Madre,
2013), lewat sebuah film yang berjudul Bangun Lagi Dong Lupus. Seri terbaru ini
masih menghadirkan karakter Lupus dengan karakter-karakter pendukung yang telah
familiar lainnya seperti Lulu, Gusur, Boim dan Poppy. Namun sayangnya… tidak
ada satupun sisi yang menarik dari pengisahan terbaru dari karakter legendaris
ini. Hilman – yang bekerjasama dengan Benni dalam penulisan naskah cerita
Bangun Lagi Dong Lupus – gagal menghadirkan sebuah penceritaan yang menarik
untuk film ini, dengan kehadiran konflik-konflik yang tidak pernah terasa mampu
tergali dengan baik dan, yang paling parah, membuang setiap sisi menarik dari
karakter Lupus itu sendiri.
Bangun Lagi Dong Lupus mengisahkan mengenai Lupus (Miqdad
Auddausy) yang baru saja pindah ke sekolah barunya, SMU Merah Putih. Disana,
Lupus dengan cepat menemukan teman-teman baru yang akan mengisi kesehariannya,
Boim (Alfie Alfandy), Gusur (Jeremiah Christian) dan Anto (Fabila Mahadira).
Tidak hanya menemukan sahabat baru, Lupus juga menemukan sosok gadis yang
secara perlahan mulai mencuri perhatiannya, Poppy (Acha Septriasa). Sayangnya,
hati Poppy sendiri saat ini masih terbagi pada Daniel (Kevin Julio), pemuda
yang telah dikenalnya semenjak kecil dan kini telah menjadi kekasihnya. Kisah
cinta segitiga antara Lupus, Poppy dan Daniel kemudian mewarnai jalan cerita
Bangun Lagi Dong Lupus beserta dengan deretan konflik lainnya.
Mereka yang menyaksikan Bangun Lagi Dong Lupus untuk
memenangkan kembali kenangan-kenangan lama mereka tentang kejahilan karakter
Lupus dan teman-temannya, dialog berisi guyonan yang begitu mampu tampil
menggelitik serta drama percintaan yang terasa berjalan alami sepertinya akan
merasa sangat dikecewakan oleh versi layar lebar terbaru ini. Karakter Lupus
yang ditampilkan dalam film ini adalah sesosok karakter yang benar-benar baru:
sosok yang pintar, cinta damai, berfokus pada masa depannya, menangis ketika
meminta maaf kala ia pulang terlambat dari sekolahnya, bijaksana dan sama
sekali tidak pernah terlibat dalam berbagai kekacauan yang biasa melibatkan
anak-anak remaja seusianya – meskipun penampilannya tidak se-kutu buku karakter
Anto. Dasarnya, karakter Lupus dalam film ini lebih terlihat sebagai karakter
Boy di masa remajanya. And it’s not in a good way though.
Karakterisasi Lupus dalam Bangun Lagi Dong Lupus terasa
begitu datar. Bukan bermaksud untuk mengatakan bahwa karakter pemuda dengan
kehidupan yang berjalan lurus terasa membosankan tapi… memang kesan begitulah
yang akhirnya terbentuk dalam film ini. Karakter Lupus menjadi semacam karakter
remaja yang sulit untuk disamakan dengan remaja kebanyakan dan kehilangan sense
of humor yang biasa menjadi andalan serial Lupus untuk tetap terasa segar.
Mungkin jika karakter Lupus dalam film ini tidak digambarkan gemar mengkonsumsi
permen karet, hubungan natara karakter Lupus yang terdahulu dengan apa yang
digambarkan dalam film ini telah benar-benar hilang sama sekali.
Tidak hanya dari segi karakter, jalan cerita Bangun Lagi
Dong Lupus juga gagal untuk menyajikan sesuatu yang menarik bagi penontonnya.
Hilman Hariwijaya dan Benni Setiawan yang bertanggung jawab atas penulisan
naskah film ini menghadirkan terlalu banyak konflik untuk disajikan dalam
durasi film yang hanya mencapai 106 menit. Akibatnya, banyak diantara konflik
tersebut yang hadir dan gagal untuk mendapatkan eksplorasi secara mendalam.
Dangkal. Diiringi dengan banyaknya pesan-pesan bernuansa moralitas, sosial
serta nasionalisme, jalan cerita Bangun Lagi Dong Lupus lebih layak untuk
digolongkan sebagai sebuah pesan layanan masyarakat daripada sebagai sebuah
sajian drama komedi yang menyentuh mengenai kehidupan remaja modern.
Juga sesuai dengan kualitas penceritannya adalah kualitas
berbagai sisi produksi yang disajikan dalam film ini. Dengan karakter-karakter
yang dangkal, sepertinya tidak heran jika hampir seluruh jajaran pengisi
departemen akting film ini tampil dalam kualitas penampilan yang seadanya. Para
jajaran aktor muda yang berada sebagai pemeran utama film ini seperti Miqdad
Addausy, Acha Septriasa, Jeremy Christian dan Alfie Alfandy sesungguhnya tidak
memberikan penampilan yang buruk. Namun dengan kedangkalan karakter mereka,
chemistry yang hadir diantara karakter yang mereka perankan benar-benar tampil
minimalis. Untung saja film ini masih memiliki Didi Petet dan Deddy Mizwar yang
meskipun hadir dalam kapasitas yang benar-benar terbatas, namun mampu
memanfaatkan setiap kehadiran karakter mereka untuk memberikan momen-momen
komedi yang paling dapat dinikmati dalam film ini.
Adalah sangat mengherankan untuk menyaksikan Hilman
Hariwijaya kembali membangkitkan karakter Lupus dalam Bangun Lagi Dong Lupus
namun gagal untuk menyajikannya sebagai karakter Lupus yang telah mencuri hati
banyak orang selama lebih dari tiga dekade terakhir. Karakter Lupus dan karakter-karakter
pendukung lain yang berada di sekitarnya gagal dihadirkan secara kuat dan
menarik. Hilangnya daya tarik setiap karakter kemudian diperparah dengan alur
cerita yang dipenuhi dengan terlalu banyaknya konflik dangkal yang dihadirkan
namun kemudian gagal untuk mendapatkan penggalian cerita secara lebih baik dan
mendalam. Mereka yang menyaksikan Bangun Lagi Dong Lupus untuk bereuni kembali
dengan karakter-karakter yang terasa sebagai sahabat lama mereka jelas akan
sangat kecewa dengan kehadiran karakter-karakter baru dengan nama familiar di
film ini. Sementara generasi baru yang menyaksikan film ini kemungkinan besar
akan terheran-heran mengapa banyak kalangan dewasa pernah begitu mengidolakan
karakter Lupus yang dalam film ini tampil begitu datar dan terlalu dibebani
dengan berbagai pesan-pesan moral yang tersaji dengan begitu membosankan.